Kamis, 22 November 2012

INFRASTRUKTUR POLITIK


INFRASTRUKTUR POLITIK




1. PARTAI POLITIK
Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Partai Politik memiliki tujuan dan fungsi yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, yaitu ;
1. Tujuan umum Partai Politik adalah:
a. Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
d. Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Tujuan khusus Partai Politik adalah:
a. Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan;
b. Memperjuangkan cita-cita Partai Politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan
c. Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

3. Menurut Undang-undang No. 31 Tahun 2003 BAB V Fungsi Hak dan Kewajiban pasal (7,8,9) adalah :.
Adapun fungsiPartai Politik adalah sebagai sarana :
a. Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
b. Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;
c. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;
d. Partisipasi politik warga negara Indonesia; dan
e. Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

Fungsi Partai Politik sebagaimana dimaksud diatas harus diwujudkan secara konstitusional.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, pada pasal 12 dan pasal 13 telah menggariskan hak dan kewajiban Partai Politik, sebagai berikut ;
1. Partai Politik berhak:
a. Memperoleh perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari negara;
b. Mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri;
c. Memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
d. Ikut serta dalam pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
e. Membentuk fraksi di tingkat Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
f. Mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
g. Mengusulkan pergantian antarwaktu anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
h. Mengusulkan pemberhentian anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
i. Mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, calon Gubernur dan Wakil Gubernur, calon Bupati dan Wakil Bupati, serta calon Walikota dan Wakil Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
j. Membentuk dan memiliki organisasi sayap Partai Politik; dan
k. Memperoleh bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Partai Politik berkewajiban:
a. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan peraturan perundang - undangan;
b. Memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. Berpartisipasi dalam pembangunan nasional;
d. Menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia;
e. Melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik anggotanya;
f. Menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum;
g. Melakukan pendaftaran dan memelihara ketertiban data anggota;
h. Membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan jumlah sumbangan yang diterima, serta terbuka kepada masyarakat;
i. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah secara berkala 1 (satu) tahun sekali kepada Pemerintah setelah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan;
j. Memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum; dan
Menyosialisasikan program Partai Politik kepada masyarakat.
Sejarah Perkembangan Partai Politik
Partai telah digunakan untuk mempertahankan pengelompokan yang sudah mapan seperti gereja atau untuk menghancurkan status quo seperti yang dilakukan Bolsheviks pada tahun 1917 pada saat menumbangkan kekaisaran Tsar.
Pada awal abad ke-19 gereja katolik di Eropa menyatukan diri pada pemerintahan demokrasi, dan pemilihan sebagai sarana demokrasi dilaksanakan dengan jalan membentuk partai Kristen Demokrat yang secara bertahap melepaskan orientasi keagamaan mereka demi organisasi, program, dan panggilan partai. Langkah ini kemudian diikuti oleh pembentukan partai Sosialis yang meninggalkan cara revolusi untuk mengadakan perombakan. Setelah Perang Dunia Kedua, partai komunis mengalami hal yang sama. Sisi tajam revolusi sebagai ciri partai komunis menjadi tumpul. Di beberapa negara yang baru merdeka, partai politik muncul dengan misi menanamkan partisipasi dan kesadaran politik pada masyarakat yang merasa tidak puas dan terasingkan.
Tahap kedua perkembangan partai politik muncul setelah pertengahan abad ke-19. Pertama, perluasan daerah lingkup pemilihan di Amerika sekitar pertengahan tahun 1830-an dan antara 1848-1870, dan pada waktu yang hampir bersamaan juga terjadi di Jerman dan di negara-negara Eropa Barat lainnya. Abad ke-19 adalah abad politik, di mana masalah-masalah politik seperti pemilihan umum, kebebasan membentuk asosiasi, hubungan antara gereja dan negara, dab perkembangan instrumen demokrasi itu sendiri, telah menjadi isu utama dan perdebatan.
Tahap ketiga perkembangan parta-partai terjadi pada sebelum dan sesudah akhir abad ke-19. Pada periode ini Maurice Duverger secara jitu mengkaitkan pertumbuhan dari apa yang disebut partai-partai diluar parlemen (extra parliamentary parties). Cikal bakal organisasi tersebut sumbernya bukan berasal dari parlemen melainkan dari orang-orang yang tidak senang terhadap parlemen.
Keyakinan dan disiplin kaku menyertai munculnya partai-partai komunis Eropa Barat, yang didirikan setelah Perang Dunia I. Partai komunis pada dasarnya merupakan kombinasi antara seorang tentara dan sebuah gereja, keras pendirian, berdisiplin tinggi dan seringkali menentukan secara efektif komitmen dan loyalitas penuh para anggota secara individual.
Setelah Perang Dunia II, semua partai politik Dunia Barat dan negeri industri maju (termasuk Uni Soviet dan Jepang) mulai menampakkan beberapa karakteristik baru. Semua partai menjadi semacam pedagang perantara (broker) dari suatu masyarakat yang terjadi karena kemajuan industri. Oleh karena itu partai menjadi lebih representatif dan lebih reformis. Partai tidak lagi berusaha menyelesaikan isu dengan penyelesaian total  yang mencakup struktur sosial dan ekonomi masyarakat tetapi lebih dengan kompromi dan perubahan sedikit demi sedikit.
Kondisi-kondisi di mana partai lahir dan berkembang di Barat jauh berbeda dengan kemunculan partai-partai di negara baru. Partai politik di negara bekas jajahan muncul untuk mengatasi masalah-masalah, yang pihak barat (pemerintah kolonial) tidak terlibat secara langsung. Serangkaian masalah tersebut adalah emansipasi dan identitas nasional, pembuatan nilai-nilai (aturan) tentang pelaksanaan partisipasi politik, penciptaan lembaga baru yang legitimate (absah), pembentukan norma-norma baru yang mendukung dan pembentukan lembaga pemerintah yang membagi ganjaran sementara menarik dukungan.
Perbedaan antara Barat dan negara-negara baru sangatlah mudah. Di negara baru, tidak adanya sistem yang mendukung terciptanya partai politik, tidak ada legitimasi prosedur pemerintahan yang memungkinkan partai dapat beroperasi dan yang dapat didukung oleh partai yang hanya sedikit berpengalaman dengan sistem pemerintahan perwakilan dan tidak adanya pengertian umum yang mendefinisikan hak-hak umum tertentu secara terbatas.[8]
C. Tipe-Tipe Partai Politik
Dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya, partai politik dapat dibagi menjadi :
a.    Partai Kader
Disebut juga partai elite atau tradisional yang dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe Eropa dan Amerika. Tipe Eropa bertujuan untuk mendapatkan anggota sebanyak mungkin, tetapi lebih  menekankan pada dukungan dari orang-orang terkemuka, lebih memperhatikan kualitas daripada kuantitas. Sedangkan tipe Amerika menekankan pada usaha menjaring tokoh partai yang loyal.
b.    Partai Massa
Tekhnik mengorganisasi partai dilakukan oleh gerakan sosialis, yang kemudian diambil oleh partai komunis dan banyak digunakan di negara-negara berkembang. Dapat dibedakan menjadi tipe sosialis, yang berorientasi terhadap kaum buruh. Tipe partai komunis yang diorganisasi secara otoriter dan terpusat, lebih menggambarkan sentralisasi daripada demokrasi. Tipe partai fasis, menggunakan tekhnik militer untuk mengorganisasi politik massa.


c.    Tipe Partai Tengah
Yaitu partai yang menggunakan organisasi massa sebagai alat dukungan partai.
Dari segi sifat dan orientasi partai politik dibagi menjadi :
a.    Partai Perlindungan (Patronage Party)
Partai perlindungan umumnya memiliki organisasi nasional yang longgar, disiplin yang lemah dan biasanya tidak mementingkan pemungutan suara secara teratur. Tujuan pendiriannya adalah memenangkan pemilihan umum untuk anggota-anggota yang dicalonkannya, partai ini hanya giat menjelang pemilihan umum.
b.    Partai Ideologi
Biasanya mempunyai pandangan hidup yang digariskan dalam kebijakan pimpinan dan berpedoman pada disiplin partai yang kuat dan mengikat.[10]
D. Sistem Kepartaian
1.    Sistem partai tunggal
Merupakan sistem dimana hanya ada satu partai didalam satu negara. Partai tersebut memiliki kedudukan dominan dibandingkan dengan partai lain.
2.    Sistem dwi-partai
Pada sistem dwi-partai, partai-partai politik dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu partai yang berkuasa (karena menang dalam pemilihan umum) dan partai oposisi (karena kalah dalam pemilihan umum). Partai yang kalah berperan sebagai pengecam utama terhadap kebijakan partai yang duduk dalam pemerintahan.
3.    Sistem Multi-Partai
Sistem mult-partai memiliki banyak jenis partai politik didalamnya. Keanekaragaman ras, agama atau suku bangsa yang kuat membuat masyarakat cenderung untuk menyalurkan ikatan-ikatan terbatas yang mereka miliki ke dalam satu wadah saja. Sistem multi-partai dianggap lebih mencerminkan keanekaragaman budaya dan politik daripada pola dwi-partai.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Partai Politik di Indonesia sejak masa merdeka adalah:
  1. Maklumat X Wakil Presiden Muhammad Hatta (1955)
  2. Undang-Undang Nomor 7 Pnps Tahun 1959 tentang Syarat-Syarat dan Penyederhanaan Kepartaian
  3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1960 tentang Pengakuan, Pengawasan, dan Pembubaran Partai-Partai
  4. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
  5. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1985 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
  6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
  7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik
  8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (berlaku saat ini)
Contoh Partai Politik :
1. Partai kedaulatan Rakyat (PKR)
2. Partai Tani Indonesia (PTI)
Partai Demokrasi Rakyat (Banteng)

2. KELOMPOK KEPENTINGAN
Kelompok kepentingan adalah sekelompok manusia yang mengadakan persekutuan yang didorong oleh kepentingan-kepentingan tertentu. Kepentingan ini dapat berupa kepentingan umum atau masyarakat luas ataupun kepentingan untuk kelompok tertentu. Contoh persekutuan yang merupakan kelompok kepentingan, yaitu organisasi massa, paguyuban alumni suatu sekolah, kelompok daerah asal, dan paguyuban hobi tertentu.
Kelompok kepentingan bertujuan untuk memperjuangkan sesuatu “kepentingan” dengan mempengaruhi lembaga-lembaga politik agar mendapatkan keputusan yang menguntungkan atau menghindarkan keputusan yang merugikan. Kelompok kepentingan tidak berusaha untuk menempatkan wakil-wakilnya dalam dewan perwakilan rakyat, melainkan cukup mempengaruhi satu atau beberapa partai didalamnya atau instansi yang berwenang maupun menteri yang berwenang.
A. Jenis-jenis Kelompok Kepentingan

Sebagaimana dikatakan oleh Gabriel A. Almond dalam (Mas’oed dan MacAndrews :2000 : 53), bahwa kelompok-kelompok kepentingan berbeda-beda dalam struktur, gaya,sumber pembiayaan, dan basis dukungannya. Perbedaan tersebut sangat besar  pengaruhnya dalam kehidupan politik, ekonomi, dan sosial suatu bangsa. Walaupunkelompok-kelompok kepentingan juga diorganisir berdasar keanggotaan, kesukuan, ras,etnis, agama, ataupun berdasarkan isu-isu kebijaksanaan – kelompok kepentingan yang paling kuat, paling besar, dan secara finansial paling mampu adalah kelompok yang berdasarkan pada bidang pekerjaan atau profesi. Berikut ini adalah beberapa jeniskelompok kepentingan yang dikenal, diantaranya adalah :

1. Kelompok Anomik 
Kelompok-kelompok anomik ini terbentuk secara spontan dan seketika, dan tidak memiliki nilai-nilai, norma-norma yang mengatur serta tidak terorganisir. Jenis kelompok ini terbentuk tanpa ada yang merencanakan sebelumnya, terjadi begitu saja, yangmungkin penyebabnya adalah ketidakpuasan yang lama menumpuk dan dilampiaskanseketika pada saat ada pemicu dan bubar dengan sendirinya. Jenis kelompok ini sering bertumpang tindih (overlap) dengan bentuk-bentuk partisipasi politik nonkonvensionalseperti demonstrasi, kerusuhan, tindak kekerasan politik dan sebagainya. Sehingga apayang dianggap sebagai perilaku anomik mungkin saja tidak lebih dari tindakan-tindakankelompok terorganisir (bukan kelompok anomik) yang menggunakan cara-caranonkonvensional seperti kekerasan. Boleh jadi kelompok terorganisir yang oleh karenakepentingannya tidak terwakili secara memadai dalam sistem politik, melakukan suatuinsiden yang sepintas lalu terkesan terjadi secara spontan dan mengarah kepada ledakanyang tidak dapat dikendalikan lagi, bila salah memahami hakikat kejadian tersebut lalumenganggapnya sebagai tindakan kelompok anomik. Kita harus hati-hati menilai, sebabsering kali yang nampak anomik itu kadang kala merupakan tindakan yang direncanakan. 
2.Kelompok kepentingan non-assosiasional
Kelompok kepentingan non-assosiasional pada dasarnya sudah terorganisasi, akan tetapi jarang yang terorganisir dengan rapi dan kegiatannya bersifat temporer. Kelompok ini berwujud seperti kelompok-kelompok keluarga dan keturunan atau etnik, regional, statusdan kelas yang menyatakan kepentingan secara kadangkala melalui individu-individu,klik-klik, kepala keluarga, atau pemimpin agama.Secara teoretis, kegiatan kelompok non-assosiasional terutama sekali merupakan cirimasyarakat belum maju, di mana kesetiaan kesukuan atau keluarga-keluarga bangsawanmendominasi kehidupan politik. Akan tetapi dalam negara industri majupun, kelompok non-assosiasional seperti keluarga-keluarga yang masih berpengaruh, tokoh-tokohkedaerahan, serta pemimpin-pemimpin agama seringkali menerapkan pengaruhnya yangseringkali lebih besar dari pengaruh kelompok professional. Sarana yang seringdigunakan jenis kelompok ini untuk mempengaruhi pemerintah biasanya pertemuan- pertemuan informal yang sering dihadiri oleh pejabat pemerintah maupun pimpinan partai.

3. Kelompok Institusional
Organisasi-organisasi seperti partai politik, perusahaan besar, badan legilatif, militer, birokrasi, dianggap sebagai kelompok kepentingan institusional atau memiliki anggota-anggota yang khusus bertanggungjawab melakukan kegiatan lobbying
.
Kelompok ini bersifat formal dan memiliki fungsi-fungsi politik atau sosial lain selain fungsi artikulasikepentingan.Bila kelompok-kelompok kepentingan institusional sangat besar pengaruhnya, hal inidisebabkan oleh basis organisasinya yang kuat. Jenis kelompok kepentingan ini sangatdominan pengaruhnya di negara-negara maju, jika dibandingkan dengan jenis kelompok non-assosiasional.

 4. Kelompok Assosiasional
Kelompok assosiasional seperti serikat buruh, kamar dagang , atau perkumpulan pengusahan dan industri (seperti di indonesia : Kadin, Gapensi, Inkindo, dan lain-lain), paguyuban etnik, persatuan kelompok keagamaan, dan sebagainya. Secara khaskelompok ini menyatakan kepentingan dengan cara memakai tenaga staf professionalserta memiliki prosedur standar untuk merumuskan kepentingan.Kelompok kepentingan ini sangat besar pengaruhnya dalam membela kepentinganmereka. Kegiatan utama mereka adalah melakukan tawar-menawar (bargaining ) di luar saluran-saluran partai politik dengan pejabat-pejabat pemerintah tentang kebijakan yangakan diambil oleh pemerintah, atau usul suatu rancangan undang-undang di parlemen.Kelompok ini juga berusaha mempengaruhi pendapat umum (public opinion) dengan carakampanye-kampanye lewat iklan.Studi-studi menunjukkan bahwa kelompok kepentingan assosiasional – bila diizinkan berkembang cenderung untuk menentukan perkembangan dari jenis-jenis kelompokkepentingan yang lain. Basis organisasi yang menempatkannya berada di atas kelompok kepenetingan non-assosiasional, taktik dan tujuannya sering diakui sah dalammasyarakat. Dan dengan mewakili kelompok dan kepentingan yang luas, kelompok assosiasional dengan efektif bisa membatasi pengaruh anomik, non-assosiasional, dan institusional.
Contoh : Serikat Buruh, KADIN, Paguyuban, Dan LSM
3. Kelompok Penekan (Pressure Group)
Kelompok penekan merupakan sekelompok manusia yang berbentuk lembaga kemasyarakatan dengan aktivitas atau kegiatannya memberikan tekanan kepada pihak penguasa agar keinginannya dapat diakomodasi oleh pemegang kekuasaan. Contohnya, Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Nasib Petani, dan Lembaga Swadaya Masyarakat Penolong Korban Gempa. Pada mulanya, kegiatan kelompok-kelompok ini biasa-biasa saja, namun perkembangan situasi dan kondisi mengubahnya menjadi pressure group.
Kelompok Penekan dapat terhimpun dalam beberapa asosiasi yang mempunyai kepentingan yag sama, antara lain :
1. LSM
2. Organisasi Keagamaan
3. Organisasi Kepemudaan
4. Organisasi Lingkungan Hidup.
5. Yayasan
6. Organisasi pembela hokum dan HAM

4. PERS

4. Media massa

Pengertian Pers menurut para ahli

  • Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
  1. Pers dalam arti sempit, yaitu penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita dengan kata tertulis
  2. Pers dalam arti luas, yaitu memasukkan di dalamnya semua media mass communications yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang baik dengan kata-kata tertulis maupun dengan lisan.
Pers berarti:
  1. alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar
  2. alat untuk menjepit atau memadatkan
  3. surat kabar dan majalah yang berisi berita
  4. orang yang bekerja di bidang persurat kabaran.
Pers adalah seni atau ketrampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya.[1]
Dalam bukunya Four Theories of the Press yang ditulis oleh Wilbur Schramm dkk mengemukakan 4 teori terbesar pers, yaitu the authotarian, the libertarian, the social responsibility dan the soviet communist theory. Keempat teori tersebut mengacu pada satu pengertian pers sebagai pengamat, guru, dan forum yang menyampaikan pandangannya tentang banyak hal yang mengemuka ditengah tengah mesyarakat.[1]

Dalam bukunya Understanding Media terbitan tahun 1996 mengenai pers sebagai the extended man, yaitu yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lain dan peristiwa satu dengan peristiwa lain pada moment yang bersamaan.[1]
Menurut Bapak Pers Nasional, pers adalah yang membentuk pendapat umum melalui tulisan dalam surat kabar. Pendapatnya ini yang mampu membakar semangat para pejuang dalam memperjuangkan hak hak Bangsa Indonesia masa penjajahan Belanda.[1]

Sejarah Pers Di Indonesia

Masa Penjajahan Belanda

Pada tahun 1615 atas perintah Jan Pieterzoon Coen, yang kemudian pada tahun 1619 menjadi Gubernur Jenderal VOC, diterbitkan “Memories der Nouvelles”, yang ditulis dengan tangan. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa “surat kabar” pertama di Indonesia ialah suatu penerbitan pemerintah VOC. Pada Maret 1688, tiba mesin cetak pertama di Indonesia dari negeri Belanda. Atas intruksi pemerintah, diterbitkan surat kabar tercetak pertama dan dalam nomor perkenalannya dimuat ketentuan-ketentuan perjanjian antara Belanda dengan Sultan Makassar. Setelah surat kabar pertama kemudian terbitlah surat kabar yang diusahakan oleh pemilik percetakan-percetakan di beberapa tempat di Jawa. Surat kabar tersebut lebih berbentuk koran iklan.

Masa Pendudukan Jepang

Pada masa ini, surat kabar-surat kabar Indonesia yang semula berusaha dan berdiri sendiri dipaksa bergabung menjadi satu, dan segala bidang usahanya disesuaikan dengan rencana-rencana serta tujuan-tujuan tentara Jepang untuk memenangkan apa yang mereka namakan “Dai Toa Senso” atau Perang Asia Timur Raya. Dengan demikian, di zaman pendudukan Jepang pers merupakan alat Jepang. Kabar-kabar dan karangan-karangan yang dimuat hanyalah pro-Jepang semata.

Masa Revolusi Fisik

Peranan yang telah dilakukan oleh pers kita di saat-saat proklamasi kemerdekaan dicetuskan, dengan sendirinya sejalan dengan perjuangan rakyat Indonesia. Bahkan tidak sedikit dari para wartawan yang langsung turut serta dalam usaha-usaha proklamasi. Semboyan “Sekali Merdeka Tetap Merdeka” menjadi pegangan teguh bagi para wartawan. Periode tahun 1945 sampai 1949 yang biasa dinamakan periode “revolusi fisik”, membawa coraknya tersendiri dalam sifat dan fungsi pers kita. Dalam periode ini pers kita dapat digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu pertama, pers yang terbit dan diusahakan di daerah yang dikuasai oleh pendudukan sekutu, kemudian Belanda, dan kedua pers yang terbit diusahakan di daerah yang dikuasai oleh RI yang kemudian turut bergerilya.

Masa Demokrasi Liberal

Dalam aksi-aksi ini peranan yang telah dilakukan oleh pers republik sangat besar. Republik Indonesia Serikat yang tidak sesuai dengan keinginan rakyat akhirnya bubar dengan terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950. Pada masa ini untuk memperoleh pengaruh dan dukungan pendapat umum, pers kita yang pada umumnya mewakili aliran-aliran politik yang saling bertentangan, menyalahgunakan kebebasan pers (freedom of the press), yang kadang-kadang melampaui batas-batas kesopanan. mungkin kontol

Masa Demokrasi Terpimpin

Periode yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin sering disebut sebagai zaman Orde Lama. Periode ini terjadi saat terbentuknya Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Presiden Soekarno, sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga meletusnya Gerakan 30 September 1965.

Masa Orde Baru

Ketika alam Orde Baru ditandai dengan kegiatan pembangunan di segala bidang, kehidupan pers kita pun mengalami perubahan dengan sendirinya karena pers mencerminkan situasi dan kondisi dari kehidupan masyarakat di mana pers itu bergerak. Pers sebagai sarana penerangan/komunikasi merupakan salah satu alat yang vital dalam proses pembangunan. Pada masa Orde Baru, ternyata tidak berarti kehidupan pers mengalami kebebasan yang sesuai dengan tuntutan dan aspirasi masyarakat. Terjadinya pembredelan pers pada masa-masa ini menjadi penghalang bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasi dan memperjuangkan hak-hak asasinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Masa Reformasi

Salah satu jasa pemerintahan B.J. Habibie pasca Orde Baru yang harus disyukuri ialah pers yang bebas. Pemerintahan Presiden Habibie mempunyai andil besar dalam melepaskan kebebasan pers, sekalipun barangkali kebebasan pers ikut merugikan posisinya sebagai presiden.

Perkembangan Pers Di Indonesia

  • Perkembangan pers di Indonesia berawal pada penerbitan surat kabar pertama, yaitu Bataviasche Novelles en Politique Raisonemnetan yang terbit 7 Agustus 1774.
  • Kemudian muncul beberapa surat kabar berbahasa Melayu, antara lain Slompet Melajoe, Bintang Soerabaja (1861), dan Medan Prijaji (1907).
  • Majalah tertua ialah Panji Islam (1912-an)
  • Surat kabar terbitan peranakan Tionghoa pertama kali muncul adalah Li Po (1901), kemudian Sin Po (1910).
  • Surat kabar pertama di Indonesia yang menyiarkan teks Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, pada tanggal 18 Agustus 1945 adalah surat kabar Soeara Asia.
  • Sesudah itu, surat kabar nasional yang memuat teks proklamasi adalah surat kabar Tjahaja (Bandung), Asia Raja (Jakarta), dan Asia Baroe (Semarang).
  • Corak kehidupan politik, ideologi, kebudayaan, tingkat kemajuan suatu bangsa sangat mempengaruhi sistem pers di suatu negara.
Secara umum, di seluruh dunia terdapat pola kebijakan pemerintah terhadap pers yang otoriter dan demokratis. Diantara keduanya terdapat variasi dan kombinasi, bergantung tingkat perkembangan masing-masing negara. Ada yang quasi otoriter, ada yang quasi demokratis, dan sebagainya.

Jenis-jenis media massa

Media massa tradisional

Media massa tradisional adalah media massa dengan otoritas dan memiliki organisasi yang jelas sebagai media massa. Secara tradisional media massa digolongkan sebagai berikut: surat kabar, majalah, radio, televisi, film (layar lebar). Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri seperti:
  1. Informasi dari lingkungan diseleksi, diterjemahkan dan didistribusikan
  2. Media massa menjadi perantara dan mengirim informasinya melalui saluran tertentu.
  3. Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari masyarakat dan menyeleksi informasi yang mereka terima.
  4. Interaksi antara sumber berita dan penerima sedikit.

Media massa modern

Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi dan sosial budaya, telah berkembang media-media lain yang kemudian dikelompokkan ke dalam media massa seperti internet dan telepon selular. Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri seperti:
  1. Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak penerima (melalui SMS atau internet misalnya)
  2. Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi namun juga oleh individual
  3. Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu
  4. Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam
  5. Penerima yang menentukan waktu interaksi

Fungsi Pers

Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU No. 4 tahun 1999 tentang pers, fungsi pers adalah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial. Sementara itu Pasal 6 UU Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut ;
  • Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui menegakkan nilai nilai dasar demokrasi dan mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia. Selain itu pers juga harus menghormati kebinekaan mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benr melakukan pengawasan. [2]
  • Sebagai pelaku Media Informasi
Pers itu memberi dan menyediakan informasi tentang peristiwa yang terjadi kepada masyarakat, dan masyarakat membeli surat kabar karena memerlukan informasi.
  • Fungsi Pendidikan
Pers itu sebagi sarana pendidikan massa (mass Education), pers memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat bertambah pengetahuan dan wawasannya.
  • Fungsi Hiburan
Pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. Berbentuk cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok, dan karikatur.
  • Fungsi Kontrol Sosial
Fungsi ini terkandung makna demokratis yang didalamnya terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
  1. Social participation (keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan)
  2. Social responsibility (pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat)
  3. Social support (dukungan rakyat terhadap pemerintah)
  4. Social control (kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerintah)
  • Sebagai Lembaga Ekonomi
Pers adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang pers dapat memamfaatkan keadaan di sekiktarnya sebagai nilai jual sehingga pers sebagai lembaga sosial dapat memperoleh keuntungan maksimal dari hasil prodduksinya untuk kelangsungan hidup lembaga pers itu sendiri.

Pengaruh media massa pada budaya

Menurut Karl Erik Rosengren pengaruh media cukup kompleks, dampak bisa dilihat dari:
  1. skala kecil (individu) dan luas (masyarakat)
  2. kecepatannya, yaitu cepat (dalam hitungan jam dan hari) dan lambat (puluhan tahun/ abad) dampak itu terjadi.
Pengaruh media bisa ditelusuri dari fungsi komunikasi massa, Harold Laswell pada artikel klasiknya tahun 1948 mengemukakan model sederhana yang sering dikutip untuk model komunikasi hingga sekarang, yaitu :
  1. Siapa (who)
  2. Pesannya apa (says what)
  3. Saluran yang digunakan (in what channel)
  4. Kepada siapa (to whom)
  5. Apa dampaknya (with what effect)
Model ini adalah garis besar dari elemen-elemen dasar komunikasi. Dari model tersebut, Laswell mengidentifikasi tiga dari keempat fungsi media.

Fungsi-fungsi media massa pada budaya

  1. Fungsi pengawasan (surveillance), penyediaan informasi tentang lingkungan.
  2. Fungsi penghubungan (correlation), dimana terjadi penyajian pilihan solusi untuk suatu masalah.
  3. Fungsi pentransferan budaya (transmission), adanya sosialisasi dan pendidikan.
  4. Fungsi hiburan (entertainment) yang diperkenalkan oleh Charles Wright yang mengembangkan model Laswell dengan memperkenalkan model dua belas kategori dan daftar fungsi. Pada model ini Charles Wright menambahkan fungsi hiburan. Wright juga membedakan antara fungsi positif (fungsi) dan fungsi negatif (disfungsi).

Pengaruh media massa pada pribadi

Secara perlahan-lahan namun efektif, media membentuk pandangan pemirsanya terhadap bagaimana seseorang melihat pribadinya dan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan dunia sehari-hari [3]
  • Pertama, media memperlihatkan pada pemirsanya bagaimana standar hidup layak bagi seorang manusia, dari sini pemirsa menilai apakah lingkungan mereka sudah layak, atau apakah ia telah memenuhi standar itu - dan gambaran ini banyak dipengaruhi dari apa yang pemirsa lihat dari media.
  • Kedua, penawaran-penawaran yang dilakukan oleh media bisa jadi memengaruhi apa yang pemirsanya inginkan, sebagai contoh media mengilustrasikan kehidupan keluarga ideal, dan pemirsanya mulai membandingkan dan membicarakan kehidupan keluarga tersebut, dimana kehidupan keluarga ilustrasi itu terlihat begitu sempurna sehingga kesalahan mereka menjadi menu pembicaraan sehari-hari pemirsanya, atau mereka mulai menertawakan prilaku tokoh yang aneh dan hal-hal kecil yang terjadi pada tokoh tersebut.
  • Ketiga, media visual dapat memenuhi kebutuhan pemirsanya akan kepribadian yang lebih baik, pintar, cantik/ tampan, dan kuat. Contohnya anak-anak kecil dengan cepat mengidentifikasikan mereka sebagai penyihir seperti Harry Potter, atau putri raja seperti tokoh Disney. Bagi pemirsa dewasa, proses pengidolaaan ini terjadi dengan lebih halus, mungkin remaja ABG akan meniru gaya bicara idola mereka, meniru cara mereka berpakaian. Sementara untuk orang dewasa mereka mengkomunikasikan gambar yang mereka lihat dengan gambaran yang mereka inginkan untuk mereka secara lebih halus. Mungkin saat kita menyisir rambut kita dengan cara tertentu kita melihat diri kita mirip "gaya rambut lupus", atau menggunakan kacamata a'la "Catatan si Boy".
  • Keempat, bagi remaja dan kaum muda, mereka tidak hanya berhenti sebagai penonton atau pendengar, mereka juga menjadi "penentu", dimana mereka menentukan arah media populer saat mereka berekspresi dan mengemukakan pendapatnya.
Penawaran yang dilakukan oleh media bisa jadi mendukung pemirsanya menjadi lebih baik atau mengempiskan kepercayaan dirinya. Media bisa membuat pemirsanya merasa senang akan diri mereka, merasa cukup, atau merasa rendah dari yang lain.

Kebebasan Pers di Indonesia

Dengan adanya kebebasan media massa maka akhirnya mengalami pergeseran ke arah liberal pada beberapa tahun belakangan ini. Ini merupakan kebebasan pers yang terdiri dari dua jenis : Kebebasan Negatif dan Kebebasan Positif.
  • Kebebasan negatif merupakan kebebasan yang berkaitan dnegan masyarakat dimana media massa itu hidup. Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan dari interfensi pihak luar organisasi media massa yang berusaha mengendalikan, membatasi atau mengarahkan media massa tersebut.
  • Kebebasan positif merupakan kebebasan yang dimiliki media massa secara organisasi dalam menentukan isi media. Hal ini berkaitan dengan pengendalian yang dijalankan oleh pemilik media dan manajer media terhadap para produser, penyunting serta kontrol yang dikenakan oleh para penyunting terhadap karyawannya. [4]
Kedua jenis kebebasan tersebut, bila melihat kondisi media massa Indonesia saat ini pada dasarnya bisa dikatakan telah diperoleh oleh media massa kita. Memang kebebasan yang diperoleh pada kenyataannya tidak bersifat mutlak, dalam arti media massa memiliki kebebasan positif dan kebebasan negatif yang kadarnya kadang-kadang tinggi atau bisa dikatakan bebas yang bebas-sebebasnya tanpa kontrol sedikitpun.

Hubungan antara Pers dan Jurnalistik

Pers dan jurnalistik merupakan suatu kesatuan yang bergerak dalam bidang penyiaran informasi, hiburan, keterangan, dan penerangan. Artinya adalah bahwa antara pers dan jurnalistik mempunyai hubungan yang erat. Pers sebagai media komunikasi massa tidak akan berguna apabila sajiannya jauh dari prinsip-prinsip jurnalistik. Sebaliknya karya jurnalistik tidak akan bermanfaat tanpa disampaikan oleh pers sebagai medianya, bahkan boleh dikatakan bahwa pers adalah media khusus untuk digunakan dalam mewujudkan dan menyampaikan karya jurnalistik kepada khalayak (Kustadi Suhandang, 2004:40).

4. Organisasi massa

Pasca reformasi tampak muncul banyak organiasi kemasyarakatan, "bak jamur dimusim hujan", dalam hal ini penulis mengkaian dengan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu Undang-undang Dasar 1945 amandemen keempat. Pasal mengenai Hak Asasi Manusia menjiwai ketetapan-ketepan Pasal 28 C tentang hak memajukan diri dan memperjuangkan haknya secara kolektif untuk masyarakat, bangsa dan negaranya. Pasal 28 E (2) tentang kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan bersikap seusai hati nurani, (2) hak berserikat, berkumpul dan berpendapat. Pasal 28 F tentang hak berkomunikasi untuk mengembangkan pribadi & lingkungan. Sebelum UUD '45 diamandemen bolak-balik, kita telah memiliki aturan tentang organisasi yang didirikan masyarakat atau yang dewasa ini dikenal dengan NGO (Non Goverment Organization), yaitu Undang-undang R.I Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan
Mari kita menelaah lebih dalam organisasi kemasyarakat dengan dasar Undang-undang R.I Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan
Definisi organisasi kemasyarakatan ditetapkan dalam Pasal 1:
Yang dimaksud dengan Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Asas Ormas ditetapkan kembali dalam Pasal 2:
Organisasi Kemasyarakatan berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas (asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara).
Didalam penjelasan Undang-undang ini menetapkan bahwa penetapan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Organisasi Kemasyarakatan tidaklah berarti Pancasila akan menggantikan agama, dan agama tidak mungkin di-Pancasilakan; antara keduanya tidak ada pertentangan nilai
Tujuan Ormas sesuai kekhususannya diatur dalam Pasal 3:
Kekhususan Ormas seperti yang ada saat ini, missal dalam bidang lingkungan hidup (Walhi, Kalhi, dll), hukum (Bina Kesadaran Hukum Indonesia, Rifka Annisa, LBH Apik), Agama (FPUB, Institut Dialog Antar Iman Di Indonesia), Budaya, Kesehatan, dll.
Dijelaskan bahwa Organisasi Kemasyarakatan dapat mempunyai satu atau lebih dari satu sifat kekhususan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, yaitu kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Salah satu fungsi berdasar Pasal 5 d:
sarana penyalur aspirasi anggota, dan sebagai sarana komunikasi sosial timbal balik antar anggota dan/atau antar Organisasi Kemasyarakatan, dan antara Organisasi Kemasyarakatan dengan organisasi kekuatan sosial politik, Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah.



2 komentar:

  1. wah keren bisa buat bantu kerja tugas tentang
    infrastruktur politik

    BalasHapus
  2. Numpang Lewat dan Titip Link aja siapa tahu pengen lebih belajar dunia bloger bisa kunjungi saya di http://belajarblog53.blogspot.com

    BalasHapus